Kamis, 06 Desember 2012

Kancil & siput

Pada suatu hari si kancil nampak ngantuk sekali. Matanya serasa berat sekali untuk dibuka. “Aaa….rrrrgh”, si kancil nampak sesekali menguap. Karena hari itu cukup cerah, si kancil merasa rugi jika menyia-nyiakannya. Ia mulai berjalan-jalan menelusuri hutan untuk mengusir rasa kantuknya. Sampai di atas sebuah bukit, si Kancil berteriak dengan sombongnya, “Wahai penduduk hutan, akulah hewan yang paling cerdas, cerdik dan pintar di hutan ini. Tidak ada yang bisa menandingi kecerdasan dan kepintaranku”.
Sambil membusungkan dadanya, si Kancil pun mulai berjalan menuruni bukit. Ketika sampai di sungai, ia bertemu dengan seekor siput. “Hai kancil !”, sapa si siput. “Kenapa kamu teriak-teriak? Apakah kamu sedang bergembira?”, tanya si siput. “Tidak, aku hanya ingin memberitahukan pada semua penghuni hutan kalau aku ini hewan yang paling cerdas, cerdik dan pintar”, jawab si kancil dengan sombongnya.
“Sombong sekali kamu Kancil, akulah hewan yang paling cerdik di hutan ini”, kata si Siput. “Hahahaha……., mana mungkin” ledek Kancil. “Untuk membuktikannya, bagaimana kalau besok pagi kita lomba lari?”, tantang si Siput. “Baiklah, aku terima tantanganmu”, jawab si Kancil. Akhirnya mereka berdua setuju untuk mengadakan perlombaan lari besok pagi.
Setelah si Kancil pergi, si siput segera mengumpulkan teman-temannya. Ia meminta tolong agar teman-temannya berbaris dan bersembunyi di jalur perlombaan, dan menjawab kalau si kancil memanggil.
Akhirnya hari yang dinanti sudah tiba, kancil dan siput pun sudah siap untuk lomba lari. “Apakah kau sudah siap untuk berlomba lari denganku”, tanya si kancil. “Tentu saja sudah, dan aku pasti menang”, jawab si siput. Kemudian si siput mempersilahkan kancil untuk berlari dahulu dan memanggilnya untuk memastikan sudah sampai mana si siput.
Kancil berjalan dengan santai, dan merasa yakin kalau dia akan menang. Setelah beberapa langkah, si kancil mencoba untuk memanggil si siput. “Siput….sudah sampai mana kamu?”, teriak si kancil. “Aku ada di depanmu!”, teriak si siput. Kancil terheran-heran, dan segera mempercepat langkahnya. Kemudian ia memanggil si siput lagi, dan si siput menjawab dengan kata yang sama.”Aku ada didepanmu!”
Akhirnya si kancil berlari, tetapi tiap ia panggil si siput, ia selalu muncul dan berkata kalau dia ada depan kancil. Keringatnya bercucuran, kakinya terasa lemas dan nafasnya tersengal-sengal.
Kancil berlari terus, sampai akhirnya dia melihat garis finish. Wajah kancil sangat gembira sekali, karena waktu dia memanggil siput, sudah tidak ada jawaban lagi. Kancil merasa bahwa dialah pemenang dari perlombaan lari itu.
Betapa terkejutnya si kancil, karena dia melihat si siput sudah duduk di batu dekat garis finish. “Hai kancil, kenapa kamu lama sekali? Aku sudah sampai dari tadi!”, teriak si siput. Dengan menundukkan kepala, si kancil menghampiri si siput dan mengakui kekalahannya. “Makanya jangan sombong, kamu memang cerdik dan pandai, tetapi kamu bukanlah yang terpandai dan cerdik”, kata si siput. “Iya, maafkan aku siput, aku tidak akan sombong lagi”, kata si kancil.

Si Kancil dan Buaya

Suatu hari Si Kancil, binatang yang katanya cerdik itu, sedang berjalan-jalan di pinggir hutan. Dia hanya ingin mencari udara segar, melihat matahari yang cerah bersinar. Di dalam hutan terlalu gelap, karena pohon-pohon sangat lebat dan tajuknya menutupi lantai hutan. Dia ingin berjemur di bawah terik matahari. Di situ ada sungai besar yang airnya dalam sekali. Setelah sekian lama berjemur, Si Kancil merasa bahwa ada yang berbunyi di perutnya,..krucuk…krucuk…krucuk. Wah, rupanya perutnya sudah lapar. Dia membayangkan betapa enaknya kalau ada makanan kesukaannya, ketimun. Namun kebun ketimun ada di seberang sungai, bagaimana cara menyeberanginya ya? Dia berfikir sejenak. Tiba-tiba dia meloncat kegirangan, dan berteriak: “Buaya….buaya…. ayo keluar….. Aku punya makanan untukmu…!!” Begitu Kancil berteriak kepada buaya-buaya yang banyak tinggal di sugai yang dalam itu.
Sekali lagi Kancil berteriak, “Buaya…buaya… ayo keluar… mau daging segar nggak?”
Tak lama kemudian, seekor buaya muncul dari dalam air, “Huaahhh… siapa yang teriak-teriak siang-siang begini.. mengganggu tidurku saja.” “Hei Kancil, diam kau.. kalau tidak aku makan nanti kamu.” Kata buaya kedua yang juga muncul.
“Wah…. bagus kalian mau keluar, mana yang lain?” kata Kancil kemudian. “Kalau cuma dua ekor masih sisa banyak nanti makanan ini. Ayo keluar semuaaa…!” Kancil berteriak lagi.
“Ada apa Kancil sebenarnya, ayo cepat katakan,” kata buaya.
“Begini, maaf kalau aku mengganggu tidurmu, tapi aku akan bagi-bagi daging segar buat buaya-buaya di sungai ini,” makanya harus keluar semua.
Mendengar bahwa mereka akan dibagikan daging segar, buaya-buaya itu segera memanggil teman-temannya untuk keluar semua. “Hei, teman-teman semua, mau makan gratis nggak? Ayo kita keluaaaar….!” buaya pemimpin berteriak memberikan komando. Tak berapa lama, bermunculanlah buaya-buaya dari dalam air.
“Nah, sekarang aku harus menghitung dulu ada berapa buaya yang datang, ayo kalian para buaya pada baris berjajar hingga ke tepi sungai di sebelah sana,” “Nanti aku akan menghitung satu persatu.”
Tanpa berpikir panjang, buaya-buaya itu segera mengambil posisi, berbaris berjajar dari tepi sungai satu ke tepi sungai lainnya, sehingga membentuk seperti jembatan.
“Oke, sekarang aku akan mulai menghitung,” kata Kancil yang segera melompat ke punggung buaya pertama, sambil berteriak, “Satu….. dua….. tiga…..” begitu seterusnya sambil terus meloncat dari punggung buaya satu ke buaya lainnya. Hingga akhirnya dia sampai di seberang sungai. Hatinya tertawa, “Mudah sekali ternyata.”
Begitu sampai di seberang sungai, Kancil berkata pada buaya, “Hai buaya bodoh, sebetulnya tidak ada daging segar yang akan aku bagikan. Tidakkah kau lihat bahwa aku tidak membawa sepotong daging pun?” “Sebenarnya aku hanya ingin menyeberang sungai ini, dan aku butuh jembatan untuk lewat. Kalau begitu saya ucapkan terima kasih pada kalian, dan mohon maaf kalau aku mengerjai kalian,” kata Kancil.
“Ha!….huaahh… sialan… Kancil nakal, ternyata kita cuma dibohongi. Aws kamu ya.. kalau ketemu lagi saya makan kamu,” kata buaya-buaya itu geram.
Si Kancil segera berlari menghilang di balik pohon, menuju kebun Pak Tani untuk mencari ketimun.

Si Kancil, Pak Tani dan Hutan yang Gundul

Uuugghh…! Siang itu Si Kancil terduduk lemas di tepi sungai yang mulai menyusut airnya. Perutnya melilit kelaparan. Di hutan tempat tinggal Si Kancil sudah tak ada lagi tumbuh-tumbuhan yang bisa dimakan, semuanya gersang dan pepohonan habis ditebang manusia. Banyak kawan-kawannya, para penghuni hutan yang mati kelaparan atau ditangkap penduduk desa karena mereka terpaksa mencuri makanan dari perkebunan penduduk. Selama berhari-hari Si Kancil makan seadanya, rumput-rumput kering atau dedaunan yang menguning yang masih bisa ditemukannya. Tak ada lagi buah-buahan yang bisa ia dapatkan di hutan.
Perlahan Si Kancil bangun, dan memutuskan untuk berjalan menyusuri sungai. Langkah kakinya lemah dan hampir terjatuh. Si Kancil berharap bisa menemukan tempat yang masih dipenuhi pepohonan. Seharian penuh Si Kancil berjalan hingga saat menjelang malam, hidungnya mencium sesuatu yang sangat dikenalnya.
Aroma buah timun yang segar! Hmmmm….. air liur Si Kancil menetes, rasa lapar dan perutnya kian terasa.
“Timun-timun itu pasti lezat dan bisa mengobati rasa laparku!” batin Si Kancil.
Si Kancil pun berjalan semakin mendekat. Mencari sumber aroma buah timun. Oh, ternyata aroma itu berasal dari kebun Pak Tani. Dalam keremangan cahaya sore, samar-samar Si Kancil melihat buah-buah timun yang menggantung, menggelayut pada pohonnya yang merambati tonggak bambu. Sungguh menggoda selera!
Hati-hati Si Kancil melangkah masuk ke dalam kebun Pak Tani. Namun belum jauh langkah kaki Si Kancil, tiba-tiba ia teringat pesan ibunya. “Jangan pernah mengambil yang bukan milik kita, Nak! Itu sama saja kita mencuri. Mencuri itu perbuatan yang tidak baik!”
Si Kancil menjadi bimbang. Ia ingat betul, ibunya selalu menasihati Si Kancil untuk berbuat baik dan tidak melakukan perbuatan yang tidak baik. Andai saja ibunya masih hidup dan tahu Si Kancil mencuri, pasti ibu akan sangat marah.
 Meskipun kau kelaparan, kau tidak boleh mencuri, Nak!” nasihat ibunya kembali terngiang di telinga Si Kancil.
“Kalau begitu aku akan tunggu Pak Tani datang ke kebunnya, mungkin jika aku meminta ijin padanya, Pak Tani mau memberikan sedikit timunnya padaku,” batin Si Kancil lagi.
Akhirnya Si Kancil memutuskan untuk menunggu Pak Tani datang esok pagi. Meski perutnya terasa lapar, Si Kancil memaksa untuk memejamkan mata. Si Kancil pun tertidur dengan perut kelaparan di dekat kebun Pak Tani.
Pagi-pagi sekali Pak Tani bangun dan bersiap pergi ke kebun. Beberapa waktu belakangan ini, kebun-kebunnya sering dirusak binatang-binatang hutan. Binatang-binatang itu mencuri sayur dan buah yang ditanamnya. Tak ingin jerih payahnya habis dicuri binatang-binatang dari hutan, Pak Tani kemudian memasang perangkap dikebunnya. Hampir setiap pagi ada saja binatang yang masuk dalam perangkap.
Pak Tani berangkat menuju kebun timunnya sambil membawa keranjang. Timun-timun di kebun sudah cukup tua untuk di panen. Pak Tani memerlukan keranjang itu untuk membawa hasil panenannya.
“Semoga saja, timun-timunku tidak dicuri lagi oleh binatang-binatang itu!” Harap Pak Tani dalam hati.
Tapi, betapa terkejutnya Pak Tani saat mendapatkan seekor kancil tergeletak di dekat kebun timunnya. Perlahan sekali Pak Tani mendekati Si Kancil.
“Hei! Kancil ini tidak kena perangkap, tapi kenapa dia tergeletak di sini?” guman Pak Tani heran.
Dilihatnya lagi Si Kancil, “Mungkinkah kancil ini mati?”
Pelan sekali Pak Tani menepuk tubuh Si Kancil, untuk memastikan apakah Si Kancil masih hidup atau tidak. Tepukan tangan Pak Tani membuat Si Kancil terbangun.
“Oh, sudah pagikah ini?” seru Si Kancil sambil mengusap matanya. Sejurus kemudian, Si Kancil baru menyadari kehadiran Pak Tani di depannya.
“Apakah Pak Tani ini pemilik kebun timun itu?” tanya Si Kancil ragu.
Pak Tani yang masih kebingungan, hanya mengangguk.
“Oh, maafkan aku Pak Tani. Aku tak bermaksud mencuri timun di kebunmu. Aku hanya seekor kancil yang sedang kelaparan karena hutan tempat tinggalku sudah gundul dan kami tak punya makanan apa pun” ucap Si Kancil.
Pak Tani menatap Si Kancil dan berkata dalam hati, “Sepertinya ia kancil yang jujur.”
“Bolehkah aku meminta satu atau dua buah timun dari kebunmu?” Si Kancil memohon lirih.
Pak Tani yang juga baik hatinya, kemudian mengangguk, mempersilakan kancil memetik timun di kebunnya.
“Ambillah, sebanyak yang kau mau, kancil!”
“Terima kasih,” ucap Si Kancil. Lalu ia pun memetik beberapa buah timun, ia tak mau serakah dengan memetik timun sebanyak-banyaknya meskipun Pak Tani mengijinkan. “Aku rasa ini sudah cukup, terima kasih, Pak Tani.”
“Kau kelihatannya kancil yang jujur dan baik hati, tak seperti teman-temanmu yang lain. Mereka merusak kebun sayurku di sebelah sana,” ujar Pak Tani.
“Maafkan teman-temanku, Pak Tani,” ucap Si Kancil. “Mereka terpaksa mencuri karena pepohonan di hutan habis ditebangi manusia. Kami tak punya lagi persediaan makanan dan terpaksa mencuri dari kebun-kebun penduduk.” Si Kancil menatap ke arah hutan yang sudah gundul, tak ada satu pun pohon tersisa di hutan itu.

Kepala Pak Tani mengangguk-angguk mendengar penuturan Si Kancil.
“Aku juga minta maaf, Kancil. Karena ulah kami para manusia yang menebangi pohon-pohon di hutan membuat kalian kelaparan. Aku berjanji akan mengajak penduduk desa untuk menanami hutan kembali dan menjaganya. Sebagai permohonan maaf, kau boleh mengajak teman-temanmu untuk ikut memanen timun di kebunku dan makanlah sepuas kalian dari hasil kebunku.”
“Terima kasih, Pak Tani!” Si Kancil tersenyum bahagia dan memeluk Pak Tani erat.

Kisah si kancil dan kuda yang sombong

Perkenalkan nama saya ikel bagus. Saya sekarang kelas satu SD.
saya sedang belajar menulis bersama bapak (bowo bagus)
Pada jaman dahulu ada seekor kura-kura, manusia, dan hewan lainnya. Mereka saling berbagi
dan hidup rukun di dalam hutan yang sejuk. Suatu sore, pada waktu si kancil berjalan sendiri, tiba tiba ada seekor kuda yang berlari sangat kencang mendahuluinya, sambil berteriak,
Kancil jelek! Tidak bisa berlari!”
Hai kuda jangan sombong, aku bisa berlari cepat kok.”
Ah bohong, kalau berani ayo lawan aku lomba lari cepat. Seratus meter.”
dan kancil pun setuju. Mereka sepakat untuk bertanding di sini esok hari.
Lalu mereka pun pulang ke rumah masing-masing. Kuda langsung tidur, ia malas berlatih. Sedangkan kancil langsung berlatih secukupnya supaya besok pagi ia bisa memenangkan pertandingan.
Esok harinya, mereka pun berkumpul di tempat yang telah disepakati. Teman-teman kuda dan kancil ikut datang juga.
Tepat pukul sembilan pagi perrtandingan dimulai. kuda langsung melesat meninggalkan si kancil. Teman-teman kancil berteriak memberi semangat pada kancil, sehingga ia terus berusaha berlari mengejar kuda yang sudah jauh di depan. Akhirnya si kancil bisa mendahului kuda yang berhenti karena kecapekan lalu tertidur di bawah pohon apel.
Akhirnya si kancil pun memenangkan lomba lari. Kuda yang sombong itu meminta maaf pada si kancil dan semua teman-temannya, dan semua hewan di hutan akhirnya hidup rukun dan damai.

Cerita Si Kancil Mencuri Timun

Lelah berjalan jauh Si Kancil memutuskan beristirahat di sebuah dangau yang berada di tengah rimbunan kebun ketimun.  Hari ini senja  hari terakhir tahun 2011, besok adalah tahun 2012. Si Kancil duduk termenung memikirkan perjalanannya kali ini menuju Hutan Palbapang yang konon kabarnya lebih subur dibanding Hutan Pegunungan Kapur Selarong yang selama ini ditinggalinya.
Ketika dilihatnya betapa suburnya tanaman ketimun di kebun ini, maka terbitlah harapan Si Kancil akan kebenaran kabar itu. Jarak Hutan Palbapang tidak seberapa jauh lagi, dus berarti kesuburan tanahnya tidak akan jauh beda dengan kebun ini. Mudah-mudahan dirinya tidak lagi kesulitan mencari makanan seperti yang dialaminya di Pegunungan Kapur  yang kurang subur.
Mentari telah hilang di cakrawala dan malam mulai menggeser hadirnya senja, ketika Si Kancil memutuskan untuk bermalam di kebun ketimun sebelum melanjutkan perjalanan. Sambil matanya kriyip-kriyip menjelang tidur diamatinya kebun timun ini. Puluhan buah ketimun segar tampak bergelantungan di batang-batang tanaman. Tanaman ketimun berjajar rapi bak sedang berbaris pertanda kebun ini ditanam dengan teliti oleh pemiliknya.
Daun-daun kering berserakan di dasar kebun menunjukkan saat ini sedang musim kering sehingga onggokan daun kering yang rontok dari pohon-pohon sekitarnya menggunduk di kebun ketimun.  Dilihatnya ada sosok tubuh orang-orangan yang diberi baju dan topi, tentu boneka  ini untuk menakut-nakuti hama pengganggu ketimun.
Si Kancil mengamati orang-orangan tersebut. Boneka kayu itu terkesan dibuat asal-asalan.Bajunya sobek-sobek dan topinya juga sudah bolong besar di belakangnya. “Tapi mungkin sudah cukup untuk menakut-nakuti para pencuri”  pikir Si Kancil. Maka Si Kancil memutuskan untuk tidur sambil sesekali melirik orang-orangan yang menggelikan itu.

“Duaaaaaarrrrrrr……..” terdengar bunyi memekakkan telinga di tengah malam. Serentetan letusan kembang api nampak bersinar terang di angkasa. Si Kancil kaget dan terbangun sampai melompat dari pembaringannya.
Dikucek-kucek matanya sebelum akhirnya dirinya menyadari ada pesta kembang api menyambut tahun baru di desa  sebelah. Luncuran-luncuiran bunga api nampak merona merah di langit malam yang hitam kelam. Rupanya saat ini sudah lewat jam dua belas malam tanda pergantian tahun. Duh Si Kancil duduk sejenak sambil meraba dadanya yang berdebar kencang saking kagetnya.
Baru saja Si Kancil berhasil menenangkan diri, tiba-tiba terlihat satu kembang api nyasar meluncur menuju kebun itu. Si Kancil kaget setengah mati melihat kembang api itu nyangkut di tubuh orang-orangan. Dengan pijar apinya yang terang benderang itu maka sebentar lagi orang-orangan itu akan terbakar. Jika dia terbakar maka daun-daun kering di dasar kebun akan ikut terbakar. Itu artinya kebun ketimun ini akan musnah dimakan api.
Si Kancil buru-buru mematahkan ranting pohon nangka yang penuh daun-daunan untuk digunakan memadamkan api. Dia lari mendekati orang-orangan itu dan memukuli api yang sedang menyala dengan ranting penuh daun tersebut hingga akhirnya berhasil dipadamkan. Betapa lega hatinya. Dirinya berhasil mencegah rusaknya tanaman ketimun.
Kemudian Si Kancil mencoba menyentuh orang-orangan itu untuk memastikan sudah tidak ada nyala api lagi. Tapi sial. Tangannya justru melekat pada orang-orangan.  Saat dia mencoba menggunakan tangan yang satru lagi, malahan tangan itu ikut juga melekat. Saat Si Kancil mencoba mendorong orang-orangan dengan kepalanya untuk membantu melepaskan kedua tangannya,  justru kepalanya ikut melekat di orang-orangan sawah.
Sadarlah Si Kancil bahwa tujuan orang-orangan ini bukan untuk menakut-nakuti hama tetapi untuk menjebak mereka dengan melumuri orang-orangan dengan lem UHU yang sangat lengket. Jadilah Si Kancil semalaman harus melekat pada tubun orang-orangan itu — sampai keesokan harinya ditemukan oleh Pak Tani.
Sia-sia saja  Kancil mencoba menjelaskan apa yang telah terjadi. Pak Tani tidak percaya sama sekali. Dia bukannya berterimakasih tetapi malahan menuduh Kancil hendak mencuri ketimunnya.  Pak Tani bahkan telah menetapkan hukuman untuk Kancil, yaitu dijadikan Sate Kancil nanti malam. Sebelum dibuat sate, Kancil dimasukkan di kurungan ayam di halaman rumah.
Untunglah Anjing Gembala milik Pak Tani mau mempercayai cerita Kancil dan bersedia membantu membebaskan  Kancil dari hukuman. Maka Kancil yang terkenal panjang akal ini bertekad menukar kebebasannya dengan ide yang bermanfaat bagi Pak Tani. “Pastilah Pak Tani tertarik dengan ide-ide baru untuk memperbaiki tanah pertaniannya” kata Kancil dalam hati.
“Coba tawarkan pada Pak Tani, aku punya cara gampang untuk mengamankan kebun ketimunnya. Aku akan memberitahukan cara itu dengan syarat aku dibebaskan” kata Kancil pada Anjing Gembala.
Si Anjing Gembala dengan senang hati datang kepada Pak Tani menyampaikan tawaran Kancil. Dalam pikirannya ide  Kancil itu akan bermanfaat juga bagi dirinya, karena selama ini Pak Tani terkadang memaksa dirinya berjaga di kebun ketimun di malam hari. Sementara siang harinya dirinya telah lelah mengawal kawanan domba milik Pak Tani yang  merumput di pinggir hutan.
Pak Tani tidak langsung menyetujui tawaran  Kancil. Namun Si Anjing Gembala tahu persis istri Pak Tani suka meminta berkali-kali sebelum akhirnya permintaannya dikabulkan.  Jadi dia ingin meniru cara istri Pak Tani. Tanpa mengenal lelah Anjing Gembala bolak-balik mendatangi Pak Tani. Dia juga membumbui  tawaran Kancil dengan aneka manfaat yang akan diperoleh Pak Tani bila mengikuti saran-saran itu. Akhirnya Pak Tani luluh juga dan mau bertemu  Kancil walaupun disertai dengan sedikit ancaman.
“Awas kalo dia menipu aku, langsung aku buat sate siang ini juga!” ujar Pak Tani
Setelah Pak Tani mendatangi dirinya,  Kancil mulai menguraikan idenya untuk melindungi kebun ketimun dari serangan hama binatang.  Kancil melihat ada sungai kecil di dekat kebun ketimun. Pak Tani disarankan membuat parit yang agak dalam di sekeliling kebun, dan membuat jembatan dari kayu yang bisa diangkat di malam hari agar tidak ada binatang yang bisa menyeberangi parit itu.
Pak Tani tersenyum mendengar ide sederhana itu. Sesuatu yang sederhana dan mudah dilakukan tetapi selama ini tidak pernah terpikirkan oleh dirinya. Jika dia membuat dinding parit itu tegak lurus, maka tak akan ada binatang hama yang bisa menyeberang sekalipun hewan itu bisa berenang karena binatang itu akan kesulitan memanjat dinding parit yang tegak lurus. “Ide yang sederhana namun cemerlang”  pikir Pak Tani.
Maka siang itu Pak Tani melepaskan  Kancil dari kandangnya. Dia bahkan memberi bekal satu karung ketimun pada  Kancil untuk persediaan makanan  Kancil selama perjalanan menuju Hutan Palbapang.  Kancil melanjutkan perjalanan setelah mengucapkan terimakasih atas bantuan Anjing Gembala yang telah membantunya lepas dari hukuman Pak Tani.